, Jember – Muncul fakta-fakta baru di balik peristiwa penangkapan dua armada truk pengangkut kayu dan empat orang terduga pelaku ilegal logging di wilayah hukum Polsek Sempolan. Pembeli sekaligus pengangkut kayu sempat dikurung di Mapolsek Sempolan, dengan permintaan sejumlah uang sebagai bentuk “winwin solution” atas dugaan pengangkutan kayu ilegal milik Perhutani. “Transaksi ini dihubungkan oleh salah satu Anggota Pol PP inisial (IM) dari Kecamatan Silo,” ungkap Sugianto kepada Awak Media.
“Saat itu kami di sel di ruang tahanan Mapolsek. Untuk bisa pulang, kami harus mengeluarkan sejumlah uang. Yang penting, kami bisa keluar dan pulang,” katanya.
“Mereka yang punya kayu, seperti Haji Hudi atau Taji, tidak ditahan. Mereka bebas di luar, sementara kami yang membeli kayu malah ditahan di dalam,” tambahnya dengan logat agak Madura.
“Sesudah negosiasi dengan Kanit, saya duduk di depan mushola. Kemudian datang oknum petugas Polhut/Polmob dan menanyakan apakah kasus ini akan dilanjutkan atau tidak. Saya langsung meminta ‘winwin solution’ kepada oknum tersebut dengan kesepakatan 10 juta. Jadi, total pengeluaran saya malam itu mencapai 40 juta, belum termasuk yang lain-lain,” paparnya.
“Jadi intinya, kami membeli kayu tapi tidak bisa membawanya pulang. Kayu kami ditahan di Tempat Penampungan Kayu (TPK) Garahan KPH Jember. Kami masih harus membayar sejumlah uang kepada oknum Polsek dan oknum Polhut/Polmob,” ucap Sugianto dengan nada kecewa.
“Mengenai kunjungan kami ke kantor KPH pada hari Rabu kemarin, tanggal 20 Maret 2024, itu untuk menyelesaikan ‘winwin solution’ dengan Pak ADM dan Pak WAKA saja,” tambahnya melalui pesan suara WhatsApp.
Pihak KPH (Kantor Persatuan Hutan) menjelaskan, bahwa mereka telah melakukan pemeriksaan terkait anggota mereka yang diduga melakukan penyalahgunaan wewenang. Hal ini sedang ditangani oleh tim disiplin KPH, dan sanksi akan segera diberikan.
“Mengenai kunjungan pembeli kayu ke kantor KPH, mereka hanya ingin klarifikasi atau menanyakan status kayu tersebut, apakah bisa didaftarkan sebagai kayu desa,” jelas pihak KPH.
“Kami pastikan bahwa semua pihak memiliki bukti dan dokumen terkait kasus ini. Jika diperlukan, kami akan mengirimkan surat ke Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHL),” tutupnya.
Dari hasil analisis Awak Media, terlihat bahwa diperlukan kepastian hukum mengenai kepemilikan tanah di wilayah penjual kayu. Hal ini bertujuan agar kejadian penjualan kayu yang ditangkap oleh petugas tidak terulang lagi. Diperlukan peran aktif Pemerintah Desa dalam menyelesaikan masalah ini, mengingat dalam peristiwa tersebut terdapat Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dan Surat Keterangan Adat Usaha (SKAU) yang diterbitkan oleh Pemerintah Desa Mulyorejo. (fery)